Perda Lotim No. 2 Tahun 2021 : Ikhtiar Kebijakan Penanganan Sampah Plastik Di Lombok Timur

“Maaf pak sekarang kami sudah tidak lagi menyediakan kantong kresek  barang belanjaan bapak, jadi kalau bapak tidak membawa tas belanjaan dari rumah, kami sarankan bapak untuk membeli tas belanjaan yang kami sediakan”. “Lho sejak kapan ada aturan yang demikian, tanya bapak tersebut yang merupakan seorang konsumen dari ritel modern yang ada di wilayah kecamatan Labuhan Haji. “Di sini kami menyediakan kantung belanja dengan dua jenis pak, ada yang harga Rp.2000 dan harga Rp.5000, jelas pegawai ritel modern tersebut sembari menawarkan kepada sang konsumen.

Percakapan tersebut terjadi di sebuah gerai ritel modern yang berada di wilayah Kecamatan Labuhan Haji dimana, pada saat itu juga kebetulan penulis menjadi salah satu konsumennya. Tanpa sadar memang penulis memperhatikan komunikasi antara pegawai ritel modern dengan salah sseorang konsumennya tersebut, terutama terkait dengan telah diberlakukannya Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Timur Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pengurangan Timbulan Sampah Plastik.
 
Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik
Kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) tersebut untuk mengendalikan dan mengurangi peredaran sampah plastik dan produk, kemasan produk, dan/atau wadah berbahan plastik dari sumber penghasil sampah. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Lombok Timur, jumlah timbulan sampah di daerah ini pada 2021 mencapai 480,24 ton per hari atau menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 176.454,72 ton jumlah sampah pada 2021. Persoalan sampah plastik memang menjadi perhatian Pemda Lotim, mengingat dari komposisi timbulan sampah yang ada, limbah plastik menjadi salah satu sebagai kontributor terbesar teradap jumlah timbulan sampah di Lombok Timur. Urutan pertama disumbangkan oleh sampah sisa makanan (36%), sampah kayu-ranting (23%), dan sampah plastik (19%)[1].

Pengelolaan sampah saat ini tidak dapat terlepas dari pembicaraan mengenai kantong plastik yang telah menjadi bagian dari hidup manusia karena disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, harganya murah, gampang ditemukan, dan mudah digunakan. Begitu pula dengan kehidupan masyarakat di Kabupaten Lombok Timur yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu 1.345.605 jiwa pada 2021 (Dukcapil Lotim, 2022). Hampir semua kemasan makanan dan pembungkus barang dan makanan menggunakan plastik dan kantong plastik. Belum lagi plastik untuk kebutuhan lain seperti peralatan dan perabotan rumah tangga, mainan anak-anak, alat olahraga, peralatan elektronik maupun medis, dan sebagainya.

Jadi menurut penulis, alasan inilah yang menjadi dasar penerapan kebijakan yang dilakukan oleh Pemda Lotim dengan membatasi produksi maupun penggunaan plastik mengingat penccemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah plastik yang sangat mengkhawatirkan.
 
Melihat Konsistensi Penerapan PERDA No. 2 Tahun 2021
Menurut penulis kebijakan Pemda Lotim melalui Perda No. 2 Tahun 2021 sangat tepat apabila dikaitkan dengan upaya bersama didalam mengurangi jumlah timbulan sampah plastik di Lombok Timur. Namun setelah membaca isi dari kebijakan tersebut, penulis memiliki pertanyaan terutama pada Pasal 4 (1) yang menyatakan Sasaran pengaturan Pembatasan Timbulan Sampah Plastik dalam Peraturan Daerah ini meliputi pelaku usaha dan/atau kegiatan di bidang: (a) Ritel; (b) Jasa Makanan dan Minuman dan; (c) kegiatan pemerintahan.

Yang mengganjal pikiran dan menjadi pertanyaan dari penulis adalah terkait dengan keberadaan PT. Selaparang Energi sebagai produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) serta PD. Selaparang Agro sebagai distributor salah satu merek AMDK. Disinilah “konsistensi dan dilema” penerapan kebijakan yang menjadi pertanyaan dari penulis. Suatu kebijakan publik haruslah bijaksana dimana, kebijakan tersebut harus adil terhadap semua dan tidak terkesan memihak pada salah satu kepentingan saja. 

Konsistensi dan Dilema yang penulis maksudkan terkait dengan kebijakan Pemda Lotim ini adalah terkait dengan keberadaan dua BUMD yang menjadi produsen dan distributor AMDK sebagai salah satu unit usahanya. Bukankah selama ini secara langsung maupun tidak langsung mereka juga menjadi salah satu kontributor dalam timbulan sampah di daerah ini. Apalagi hingga saat ini penulis belum mendengar informasi mengenai teknologi daur ulang sampah dari produk yang dipasarkan oleh kedua BUMD milik Pemda Lotim ini. Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) menjabarkan, Produksi kemasan gelas bersedotan 220 ml, 10.4 milyar pcs/tahun. Menyumbang timbulan sampah sekali pakai 46 ribu ton/tahun, atau 26% dari total timbulan sampah AMDK. Sumbangan sampah market leader di kemasan ini disebut 5300 ton/tahun[2].

Konsistensi kebijakan tersebut akan diuji dengan apakah Pemda Lotim sebagai pemilik dua BUMD yang dalam salah satu unit usahanya menjual dan memproduksi AMDK, berani untuk menghapus unit usaha dari kedua BUMD tersebut. Jangan hanya masyarakat saja yang harus dituntut untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai namun, pada sisi lainnya pemerintah daerah berbeda dengan kebijakan yang dibuatnya.

Kemudian, keberadaan franchise ritel modern yang menjadi sasaran dari penerapan kebijakan ini bukankah buah dari kebijakan lainnya yang dibuat oleh Pemda Lotim, dimana keberadaan franchise ritel modern tersebut telah merambah hingga ke pelosok-pelosok desa. Dalam hal ini mungkin “mereka” masih bisa konsisten menjalankan perintah yang termuat dalam Perda Lotim No. 2 tahun 2021 namun, bagaimana dengan pasar rakyat yang tentunya dalam hal pengawasan dan tindakan akan mengalami berbagai kendala seperti, jumlah petugas yang mengawasi ataupun mengambil tindakan jika kebijakan tersebut dilanggar oleh masyarakat.

Kebijakan pemda dalam bentuk perda tersebut juga mengamanatkan untuk melakukan sosialisasi terkait pengurangan plastik sekali pakai namun, kalau melihat percakapan antara pegawai ritel dengan konsumen seperti yang dijelaskan pada awal tulisan ini, jelas bahwa sosialisasi tersebut tidak menyasar masyarakat dan lebih kepada para pengusaha ritel modern saja.
 
Ikhtiar Yang Harus Dipahami
Terlepas dari pertanyaan terkait dengan konsistensi dan dilema dalam penerapan kebijakan tersebut, penulis berharap bahwa melalui kebijakan tersebut menjadi salah satu ikhtiar Pemda Lotim untuk menyelamatkan lingkungan serta menyelamatkan generasi Lombok Timur dari pencemaran yang disebabkan oleh sampah.

Penulis berharap, dengan adanya kebijakan ini juga akan berdampak terhadap perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat Lombok Timur terutama dalam mengurangi sampah plastik dan tentunya dapat dimulai dari hal-hal yang kecil, seperti yang ada dalam Perda Lotim No. 2 Tahun 2021.

Memang dalam sebuah produk kebijakan publik terdapat berbagai tahapan dan kegiatan yang kompleks. Dalam konsep masyarakat urban, Perda tersebut sangat tepat karena pola hidup dan pola konsumsi masyarakatnya yang berbeda dengan masyarakat Lombok Timur yang masih sederhana. Untuk itu, dalam setiap kebijakan publik yang dihasilkan ke depannya juga haruslah bersandarkan pada konteks lokal daerah. Semoga dengan Perda Lotim No. 2 Tahun 2021 ini, Lombok Timur menjadi daerah pelopor dalam mengatasi persoalan sampah plastik di Provinsi NTB.


[1] Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 2022.
[2] https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6291765/produsen-amdk-diminta-serius-atasi-problem-sampah-plastik

Herman Rakha
Penulis merupakan staf peneliti pada Lombok Research Center (LRC)