Potensi Pengembangan Desa Wisata Terintegrasi Di Kabupaten Lombok Timur

Oleh : Herman Rakha *
Kegagalan Desa Tete Batu menjadi salah satu Desa Wisata terbaik dunia (UNWTO), sejatinya bukan hanya sebagai bahan introspeksi saja namun, pengalaman kegagalan tersebut harus diselami sekaligus menjadi tanggung jawab moral semua pihak agar animo menggali serta mengembangan destinasi wisata sebagai wujud aktivitas ekonomi kreatif di Kabupaten Lombok Timur dapat terus berjalan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam beberapa tahun ini pemerintah daerah Lombok Timur sangat bersemangat untuk mengembangkan destinasi pariwisata perdesaan. Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Lombok Timur menyebutkan dalam rentang 3 tahun (2018-2021) telah meresmikan 91 desa menjadi desa wisata. Pengembangan destinasi desa wisata seolah telah menjadi “primadona”pengembangan pariwisata di Lombok Timur. Bahkan, di dalam satu wilayah kecamatan terdapat  lebih dari 5 desa wisata.
Namun, dengan jumlah desa wisata tersebut, pemerintah daerah seolah “lupa” bahwa akan terdapat kecenderungan duplikasi model serta kurangnya diferensiasi produk dari desa-desa wisata yang ada tersebut. Kecenderungan ini akan berdampak terhadap pengulangan produk yang diciptakan oleh desa wisata yang sudah berjalan. Salah satu contohnya adalah, banyak para pengelola desa wisata di daerah ini yang merasa memiliki potensi keindahan panorama bentang alam, kemudian berlomba-lomba untuk membuat spot-spot berswafoto atau selfie. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, terdapat desa-desa wisata yang ada di Lombok Timur menduplikasi desa-desa wisata dari luar daerah lainnya di Indonesia. Wallahu a’lam bissawafBagi Lombok Research Center (LRC), “prestasi” mengembangan wisata perdesaan bukan dinilai berdasarkan banyaknya jumlah desa wisata yang ada, melainkan bagaimana dengan jumlah desa wisata yang sedikit namun didalam pengembangannya dapat dilakukan dengan terarah dan terukur. Untuk itu, LRC menganggap bahwa kurang terlalu menguntungkan jika dalam satu wilayah administrasi kecamatan terdapat lebih dari 5 desa wisata. Hal ini didasarkan pada upaya promosi yang dilakukan masih bersifat parsial antar desa-desa wisata tersebut sehingga, tidak banyak membantu didalam upaya mendorong seluruh potensi desa yang dimiliki. Dalam satu kesatuan yang terintegrasikan, seluruh potensi yang ada dapat dipromosikan bersama dan diarahkan sesuai potensi yang ada pada masing-masing desa. Dengan demikian akan banyak anggota masyarakat yang bisa merasakan dampak positif dari adanya konsep desa wisata.
Pentingnya mengembangkan desa wisata terintegrasi di Lombok Timur adalah sebagai upaya mitigasi terhadap timbulnya persaingan antar desa wisata satu dengan desa wisata lainnya. Persaingan yang terjadi akan sangat terasa bagi desa wisata dengan kategori desa wisata rintisan, artinya yang baru memulai mengembangkan potensi wisata di desanya. Apabila semua ini menjadi kenyataan maka, salah satu kriteria penilaian desa wisata oleh UNWTO yaitu Potensi dan pengembangan rantai nilai pariwisata yang terintegrasi tidak dapat tercapai.
Akhirnya, LRC berharap pemerintah daerah Kabupaten Lombok Timur didalam kebijakannya pada pengembangan pariwisata mampu berinovasi dan berkreativitas, terutama terhadap upaya-upaya promosi dan membangun jaringan demi kemajuan pariwisata Lombok Timur. Keberadaan 91 desa wisata yang telah ada merupakan suatu potensi dan peluang pengembangan pariwisata di Lombok Timur dan dapat menjadi nilai plus pembangunan pariwisata di seluruh wilayah Provinsi NTB.


*Staff Peneliti Pada Lombok Research Center (LRC)